HELLO ^_^

Sabtu, 11 Desember 2010

WARIA

 WARIA MENURUT ISLAM

Imam al Kasani menjelaskan tentang hukum khuntsa (waria) dengan mengatakan bahwa waria adalah orang yang memiliki alat kelamin laki-laki dan wanita padahal tidak mungkin dalam diri seseorang mempunyai kepribadian laki-laki sekaligus wanita sesungguhnya. Akan tetapi, bisa jadi ia seorang laki-laki atau wanita.
Adapun penjelasan untuk mengetahui apakah dia seorang laki-laki atau wanita maka bisa melalui tanda-tandanya. Diantara tanda-tanda laki-laki setelah baligh adalah tumbuh jenggot. Sedangkan tanda-tanda wanita setelah dewasa adalah tumbuhnya payudara, mengeluarkan susu dari payudara itu, haid dan melahirkan. Hal itu dikarenakan setiap jenis dari yang disebutkan di atas memiliki kekhasan baik pada laki-laki maupun wanita yang memisahkan antara keduanya.
Adapun tanda-tanda pada saat masih anak-anak, maka dilihat pada tempat buang air seninya, berdasarkan hadits Rasulullah saw,”Waria dilihat dari tempat buang air seninya.” Apabila dia buang air seninya keluar dari alat kelamin laki-laki maka dia adalah laki-laki dan apabila dia keluar dari alat kalamin wanitanya maka ia adalah seorang wanita. Dan apabila air seninya keluar dari kedua-duanya maka lihat dari mana yang lebih dahulu keluar, karena tempat yang lebih dahulu mengeluarkan air seni itu adalah tempat keluar yang asli sedangkan keluar dari tempat yang lainnya adalah tanda kelainan.
Dan jika ternyata air seninya keluar secara bersamaan dari kedua tempat itu maka Abu Hanifah pun tidak memberikan komentar. Dia hanya mengatakan bahwa orang itu adalah khuntsa musykil (waria yang sulit dikenali jenis kelaminnya), inilah kecerdasan fiqih Abu Hanifah karena diam terhadap suatu hal yang tidak ada dalilnya adalah suatu kewajiban.
Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan—dalam hal diatas—ditentukan dari banyaknya air seni, karena hal itu menujukkan tempat keluarnya yang asli. Dan tatkala pendapat ini didengar oleh Abu Hanifah maka dia tidak bisa menerimanya dan mengatakan, ”Apakah engkau pernah melihat seorang hakim yang menimbang air seni.” Kedua orang itu pun terdiam dan mengatakan, ”Kalau begitu dia adalah waria yang sulit dikenali jenis kelaminnya.” (Bada’iush Shona’i juz XVII hal 124 – 125)
Adapun terhadap seorang laki-laki yang memiliki organ-organnya yang lengkap kemudian memiliki kecenderungan kepada sifat kewanitaan maka ini adalah perangai kejiwaan yang tidak memindahkannya kepada seorang wanita yang sebenarnya.
Namun terkadang, kecenderungan itu adalah hanya karena kemauan atau buatan sendiri melalui cara meniru-niru, maka hal yang seperti itu akan jatuh kedalam hadits Rasulullah saw yang melaknat orang yang memiliki jenis kelamin tertentu kemudian meniru-niru orang yang memiliki jenis kelamin lainnya..
Namun kecenderungan itu adakalanya merupakan suatu keterpaksaan (bukan dikarenakan pilihannya). Terhadap orang tersebut dianjurkan untuk berobat semampunya karena terkadang pengobatan berjalan sukses tetapi adakalanya gagal, maka serahkanlah semuanya kepada kehendak Allah swt.
Begitupula sebaliknya bagi wanita yang memiliki organ-organnya yang lengkap kemudian memiliki kecenderungan kepada sifat kelaki-lakian maka ini adalah perangai kejiwaan yang tidak memindahkannya kepada seorang laki-laki yang sebenarnya.
Apabila hal itu adalah dikarenakan kemauan dan buatannya maka ia berada dalam ancaman hadits diatas namun apabila itu sebuah keterpaksaan maka diharuskan baginya untuk berobat.
Diperbolehkan baginya untuk melakukan operasi pemindahan kelamin dari laki-laki menjadi wanita atau dari wanita menjadi laki-laki berdasarkan pemeriksaan dokter yang bisa dipercaya dan dikarenakan adanya perubahan-perubahan fisik dalam tubuh yang ditunjukkan dengan tanda-tanda kewanitaan atau tanda-tanda kelaki-lakian yang tertutupi (tidak tampak). Pengobatan di sini haruslah dengan alasan penyembuhan tubuh yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan jalan operasi.
Akan tetapi, jika operasi yang dilakukan hanya sebatas untuk keinginan (kesenangan) merubahnya dan bukan karena adanya perubahan-perubahan fisik yang jelas lagi dominan maka hal itu tidak diperbolehkan. Dan jika ia tetap melakukannya maka orang itu akan termasuk kedalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Anas berkata,”Rasulullah saw melaknat orang laki-laki yang berperangai perempuan dan orang perempuan yang berperangai laki-laki.’ Dan berkata,’Keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Nabi saw pun mengeluarkan fulan begitu juga Umar mengeluarkan fulan. (Fatawa Al Azhar juz IX hal 478)
Bagaimana Sikap Kita Terhadap Waria
Dalam menyikapi atau memperlakukan khuntsa ghoiru musykil (waria yang mudah dikenal jenis kelaminnya)—baik melalui tanda-tandanya setelah baligh / dewasa dengan melihat perubahan pada organ-organ tubuhnya atau pada tempat keluar air seninya apabila ia masih anak-anak—maka apabila yang dominan dan tampak dalam dirinya adalah tanda-tanda laki-lakinya maka diberikan hukum laki-laki kepadanya baik dalam pemandiannya saat meninggal, saff shalatnya maupun warisannya. Begitu pula apabila yang tampak dan dominan dalam diri seorang khuntsa ghoiru musykil adalah tanda-tanda wanitanya maka diberikan hukum wanita terhadap dirinya.
Adapun terhadap khuntsa musykil (waria yang sulit dikenali jenis kelaminnya) maka Imam al Kasani mengatakan,”Jika dia meninggal dunia maka tidak halal bagi kaum laki-laki untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang wanita dan tidak dihalalkan bagi kaum wanita untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang laki-laki akan tetapi cukup ditayamumkan. Orang mentayamumkannya bisa laki-laki atau wanita, jika yang mentayamumkannya adalah dari kalangan mahramnya maka bisa dengan tanpa menggunakan kain namun apabila bukan dari mahramnya maka menggunakan kain serta menutup pandangannya dari tangannya (siku hingga ujung jarinya).
Adapun berdirinya didalam saff shalat maka hendaklah dia berdiri setelah saff kaum laki-laki dan anak-anak sebelum saff kaum wanita. Dia tidak diperbolehkan mengimami kaum laki-laki dikarenakan adanya kemungkinan dia seorang wanita akan tetapi dia boleh mengimami kaum wanita. (Bada’iush Shona’i juz XVII hal 127 – 129)
Waria Pada Masa Rasulullah
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi saw sedang berada di rumah Ummu Salamah—di rumah itu sedang ada seorang waria—Waria itu berkata kepada saudara laki-laki Ummu Salamah, Abdullah bin Abi Umayah, ’Jika Allah membukakan buat kalian Thaif besok, maka aku akan tunjukkan kepadamu anak perempuan ghoilan, ia seorang yang memiliki perut yang langsing. Maka Nabi saw pun bersabda,’Janganlah orang ini memasuki (tempat-tempat) kalian.”(HR Bukhori)
Al Hafizh menyebutkan apa yang diriwayatkan al Jurjani dalam tarikh-nya dari jalan az Zuhri dari Ali bin al Husein bin Ali berkata,”Pernah ada seorang waria memasuki rumah istri-istri Nabi dan orang itu bernama Hit.” Dikeluarkan oleh Abu Ya’la, Abu Awanah dan Ibnu Hiban seluruhnya dari jalan Yunus dari azZuhri dari Urwah dari Aisyah bahwa Hit lah yang memasukinya.” (Fathul Bari juz IX hal 396)

Senin, 06 Desember 2010

BAB VII MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN

MASYARAKAT PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

a. PENGERTIAN MASYARAKAT

Beberapa definisi mengenai masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :

1. R. Linton : Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2. M.J. Herskovits : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
3. J.L. Gillin dan J.P. Gillin : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.
4. S.R. Steinmetz : Seorang sosiolog bangsa Belanda mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokkan-pengelompokkan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat ada teratur.
5. Hasan Shdily : Mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.

SYARAT-SYARAT MENJADI MASYARAKAT

Mengingat definisi-definisi masyarakat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

PENGERTIAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan, dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya. Hal ini disebabkan oleh karena pandangan warga kota sekitarnya. Kalau menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu misalnya, diusahakan menghidangkan makanan-makanan yang ada dalam kaleng. Pada orang-orang desa ada kesan, bahwa mereka masak masakan itu sendiri tanpa memperdulikan apakah tamu-tamunya suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat penghidangannya juga harus mewah dan terhormat. Disini terlihat perbedaan penilaian. Orang desa memandang makanan sebagai suatu alat memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang kota, makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.

TIPE MASYARAKAT

Apabila kita berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakannya dari sudut antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyarakat :
Pertama, satu masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
Kedua, masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

Sebenarnya, pembagian masyarakat dalam 2 tipe itu hanya untuk keperluan penyelidikan saja. Dalam satu masa sejarah antropologi, masyarakat yang sederhana itu menjadi objek penyelidikan dari antropologi, khususnya antropologi sosial. Sedang masyarakat yang kompleks adalah terjadi objek penyelidikan sosiologi.

CIRI-CIRI MASYARAKAT KOTA

Beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat di tempat-tempat peribadatan, seperti : masjid atau gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi dan perdagangan. Cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian, bila dibandingkan dengan kehidupan warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain. Yang terpenting di sini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat seragam, terutama dalam bidang bertani. Oleh karena itu pada masyarakat desa tidak banyak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian. Lain halnya di kota, pembagian kerja sudah meluas, sudah ada macam-macam kegiatan industri, sehingga tidak hanya terbatas pada satu sektor pekerjaan.\
Singkatnya di kota banyak jenis-jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh warga-warga kota, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pada yang bersifat teknologi.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena itu, golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya.

PERBEDAAN DESA DAN KOTA

Beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota, yakni :
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah dan kepadatan penduduk di desa sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung ke arah horizontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat. Sedangkan kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak daripada desa.

b. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup di pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan berbagai satwa. Hal tersebut sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal, bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan kadang-kadang berdampingan dn berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan pemukiman yang padat.

c. Mata Pencaharian
Kegiatan utama penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan, dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, disamping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang, maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan setengah jadi atau mengolahnya sehingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan.

d. Corak Kehidupan Sosial
Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota sangat heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok, dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.

e. Stratifikasi Sosial
Sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks daripada di desa.

f. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horizontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.

g. Pola Interaksi Sosial
Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial

h. Solidaritas Sosial
Solidaritas pada masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan, seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan, dan kesamaan pengalaman. Sebaliknya solidaritas pada masyarakat perkotaan justru terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, sehingga orang terpaksa masuk ke dalam kelompok-kelompok tertentu, misalnya saja serikat buruh, himpunan pengusaha, atau persatuan artis.

i. Kedudukan Dalam Hierarki Sistem Administrasi Nasional


HUBUNGAN DESA DAN KOTA

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging, dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri.


ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

TENTANG ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tenteram, dan nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang.
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.

UNSUR LINGKUNGAN PERKOTAAN

Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
1. Wisma
Unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.

2. Karya
Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.

3. Marga
Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan internal), serta hubungan antara kota itu dengan kota-kota atau daerah lainnya (hubungan eksternal).

4. Suka
Unsur ini merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan, dan kesenian.

5. Penyempurnaan
Unsur ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat unsur di atas, termasuk fasilitas keagamaan, perkuburan kota, fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.

Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari komponen-komponen perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudian dirinci di dalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang spesifik untuk kota tersebut pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

FUNGSI EXTERNAL KOTA

Fungsi dan tugas aparatur Pemerintah Kota harus ditingkatkan :
1. Aparatur kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu, maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya.
2. Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat, agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
3. Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru.
4. Dalam rangka pemekaran kota, harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat Kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah Kabupaten di sekitarnya.

Di pihak lain, kota mempunyai juga peran/fungsi eksternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalam kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa suatu pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah sekitarnya, karena keduanya saling mempengaruhi.

MASYARAKAT PEDESAAN

PENGERTIAN DESA

Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan bahwa desa adalah kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.

CIRI-CIRI DESA

Ciri-ciri desa yaitu :

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal-mengenal antara ribuan jiwa.
b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam. Sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

CIRI-CIRI MASYARAKAT PEDESAAN

Ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :

a. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
b. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau Paguyuban).
c. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
d. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.

Ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen. Oleh karena itu hidup di desa biasanya terasa tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalang selalu menjiwai setiap warga masyarakat desa tersebut.

b. Hubungan Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Mulai masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi. Anggota masyarakat satu dengan yang lain saling mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan, walaupun secara materi mungkin sangat kurang atau tidak mengijinkan.

c. Kontrol Sosial yang Ketat
Di atas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.

d. Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong royong, baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela misalnya : melayat, mendirikan rumah dan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu dan sebagainya.

e. Ikatan Sosial
Setiap anggota masyaratkan desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi norma dan kaidah yang sudah disepakati, akan dihukum dan dikeluarkan dari ikatan sosial dengan cara mengucilkan/memencilkan. Oleh karena itu setiap anggota harus patuh dan taat melaksanakan aturan yang ditentukan. Lebih-lebih bagi anggota yang baru datang, ia akan diakui menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan sosial tersebut)

f. Magis Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering kita jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.

g. Pola Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang kehidupan saja. Misalnya para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang harus ia tekuni dengan baik. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong, maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kegiatan di bidang pertanian.

Disamping itu dalam mengolah pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani yang masih kurang memadai. Oleh karena itu masyarakat desa sering dikatakan masyarakat yang statis dan menonton.

MACAM-MACAM PEKERJAAN GOTONG-ROYONG

Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.

Macam-macam pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) ada dua macam, yaitu :

1. Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
2. Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).

Kerjasama jenis pertama biasanya sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.

SIFAT DAN HAKIKAT MASYARAKAT PEDESAAN

Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai dan harmonis sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian, dan keruwetan atau kekusutan pikir.

Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebenarnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat Gemeinschaft (Paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.

Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.

MACAM-MACAM GEJALA MASYARAKAT PEDESAAN

Gejala-gejala sosial pada masyarakat pedesaan adalah

a. Konflik (Pertengkaran)
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.

b. Kontraversi (Pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.

c. Kompetisi (Persiapan)
Sesuain dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri,yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.

d. Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli.

SISTEM BUDAYA PETANI INDONESIA

Para ahli disinyalir bahwa di kalangan petani perdesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang hidup dan bersifat religo-magis.

Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut :

a) Para petani di Indonesia di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukannya.
c) Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, meraka kurang mampu untuk itu.Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka)
d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.

UNSUR-UNSUR DESA

Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas, dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.

Penduduk adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian penduduk desa setempat.

Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa (rural society).
Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan.

Unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau “Living Unit”.
Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat keramaian. Unsur letak menentukan besar-kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya.

FUNGSI DESA

Pertama, dalam hubungannya dengan kota, maka desa yang merupakan “hinterland” atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.

Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris.

Menurut Sutopo Yuwono : “Salah satu peranan pokok desa terletak di bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam jangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembada pangan adalah penting sekali, bahkan bersifat vital.”

PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN

Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan personalitas dan segi-segi kehidupan.

Mengenal ciri-ciri masyarakat pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan membandingkannya dengan kehidupan masyarakat perkotaan. Untuk menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya.

1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam

Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa.
Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota, yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.

2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani dan berdagang sebagai pekerjaan sekunder. Namun di masyarakat perkotaan, mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan.

3. Ukuran Komunitas
Dalam mata pencaharian di bidang pertanian, imbangan tanah dengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri; dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Oleh karena itu, komunitas pedesaan lebih kecil daripada komunitas perkotaan.

4. Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri.

5. Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
Di kota sebaliknya, penduduk heterogen terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, dan mata pencaharian.

6. Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi sosial. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan. Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi, dan relatif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.

7. Pelapisan Sosial
Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti “piramida sosial”, yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada di antara kedua tingkat kelas ekterm dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan “pelapisan sosial tak resmi” ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota yakni dalam aspek kehidupan pekerjaannya, kesenjangan antara kelas ekstremnya, serta ketentuan kasta dan contoh-contoh perilakunya.

8. Mobilitas Sosial
Mobilitas sering terjadi di kota dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah) di kota lebih sering ditemukan daripada di daerah pedesaan. Hal lain, mobilitas atau perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) lebih banyak ketimbang dari kota ke desa. Pergerakannya dapat terjadi secara bertahap, baik arahnya secara horizontal ataupun vertikal. Kebiasaan tersebut di desa kurang terlihat, dan di kota lebih memungkinkan dengan waktu yang relatif singkat.

9. Interaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya maupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah pedesaan dan perkotaan, diantaranya :

a. Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih sedikit.
b. Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penduduk kota lebih sering kontak, tetapi cenderung formal sepintas lalu, dan tidak bersifat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi.

10. Pengawasan Sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen. Di kota pengawasn sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang “terkena” aturan yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.

11. Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota. Keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui daripada di daerah kota.

12. Standar Kehidupan
Di kota, dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, sedangkan di desa terkadang tidak demikian. Orientasi hidup dan pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan standar hidup demikian kurang mendapat perhatian.

BAB VI PELAPISAN SOSIAL

BAB VI PELAPISAN SOSIAL

1. PENGERTIAN PELAPISAN SOSIAL

Istilah stratifikasi atau stratification berasal dari kata STRATA atau STRATUM yang berarti lapisan.karena itu adalah social stratification sehingga dapat diterjemahkan dengan lapisan masyarakat.

Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelasyang lebih rendah dalam masyarakat.

Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah,
Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada.

Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah.

Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.


TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL :

a. Terjadi dengan sendirinya

Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.

b. Tejadi dengan sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.

Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:

a. Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
b. Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).

PELAPISAN SOSIAL DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAPISAN SOSIAL:

· Kekayaan
· Kekuasaan
· Kehormatan kebangsawanan
· Tingkat pendidikan


PEMBEDAAN SISTEM PELAPISAN MENURUT SIFATNYA

1. Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup

Dalam sistem ini, pemindahan anggota masyarakat kelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal istimewa. Di dalam sistem yang tertutup, untuk dapat masuk menjadi dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Di India, sistem ini digunakan, yang masyarakatnya

mengenal sistem kasta. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam :

· Kasta Brahma : merupakan kasta tertinggi untuk para golongan pendeta
· Kasta Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua
· Kasta Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang
· Kasta sudra : merupakan kasta dari golongan rakyat jelata
· Paria : golongan bagi mereka yang tidak mempunyai kasta. seperti : kaum gelandangan, peminta,dsb.

2. System pelapisan masyarakat terbuka

Status social diperoleh melalui :

a. Perjuangan untuk memperoleh status social yang diharapkan
b. Keahlian dan keterampilan

Macam – macam pelapisan social :

1. Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang secara alamiah, misalnya :

· Status perbedaan usia
· Pelapisan berdasarkan jenis kelamin
· Status yang didasarkan pada system kekerabatan
· Pelapisan berdasarkan kelahiran
· Pelapisan terhadap kelompok tertentu

2. Achieved status, merupakan status seseorang yang disandangnya karena yang diperoleh melalui perjuangan. Contohnya :

· Pelapisan berdasarkan jenjang pendidikan
· Pelapisan berdasarkan senioritas
· Pelapisan di bidang pekerjaan
· Pelapisan di bidang ekonomi

3. Assigned status, status social yang diperoleh seseorang atau sekelompok orang karena pemberian, akan tetapi sering dimasukkan ke dalam Achieved Status.

Teori Pelapisan Sosial :

1. System pelapisan social sering berpokok pada system pertentangan pada masyarakat.

2. System pelapisan social dianalisis dalam ruang lingkup unsure – unsure :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan, (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dsb.
b. System pertanggaan yang diciptakan warga – warga masyarakat.
c. Kriterian system pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kekerabatan tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan.
d. Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan suatu organisasi dan selanjutnya.
e. Mudah sukarnya bertukar kedudukan
f. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok social yang menduduki kedudukan yang sama dalam system social masyarakat

BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL

Bentuk konkrit daripada pelapisan masyarakat ada beberapa macam. Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti:

· Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
· Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
· Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).

Para pendapat sarjana memiliki tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan masyarakat. seperti:

· Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya sehingga ada yang kaya, menengah, dan melarat.
· Prof.Dr.Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya makan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
· Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite.
· Gaotano Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.
· Karl Marx, menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.

2. KESAMAAN DERAJAT

PENGERTIAN PERSAMAAN DERAJAT

Pesamaan derajat adalah sifat perhubungan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbale balik. Artinya orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah Negara.

Kesamaan derajat warga Negara tercantum dalam UUD 1945 dalam pasal :

1. Pasal 27

· Ayat 1, mengenai kewajiban dasar dan hak asasi yang dimiliki warga Negara yaitu menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan
· Ayat 2, mengenai hak setiap warga Negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2. Pasal 28, ditetapkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menyampaikan pikiran lisan dan tulisan.

BAB V WARGA NEGARA DAN NEGARA

WARGA NEGARA DAN NEGARA

HUKUM, NEGARA DAN PEMERINTAH
HUKUM
Sukar kiranya untuk memberikan suatu definisi tentang hukum. Beberapa perumusan yang ada, masing-masing menonjolkan segi tertentu dari hukum. Di dalam bukunya “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”, Utrecht memberikan batasan hukum sebagai himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib dalam masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
Selan Utrecht, beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah pula merumuskan definisi hukum. Di antaranya adalah JCT. Simorangkir SH. Dan Woerjono Sastropranoto SH. Yang mendefinisikan hukum sebagai peraturan-peraturan yang memaksa, yang menetukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

CIRI-CIRI DAN SIFAT HUKUM
Agar dapat mengenal hukum lebih jelas, maka kita perlu mengenal ciri dan sifat dari hukum itu sendiri.
Ciri hukum adalah :
a. Adanya perintah atau larangan
b. Perintah atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang

Agar tata tertib dalam masyarakat dapat dilaksanakan dan tetap terpelihara dengan baik, perlu ada peraturan yang mengatur dan memaksa tata tertib itu untuk ditaati yang disebut kaidah hukum. Dan kepada barang siapa yang melanggar baik disengaja atau tidak, dapat dikenai sangsi yang berupa hukuman.
Akan tetapi ternyata tidak setiap orang mau menaati kaidah hukum tersebut, oleh karena itu agar peraturan hidup itu benar-benar dilaksanakan dan ditaati, maka perlu dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Sehingga hukum menjadi peraturan hidup yang dapat memaksa orang untuk menaati serta dapat memberikan sangsi tegas terhadap setiap orang yang tidak mau mematuhinya.

SUMBER-SUMBER HUKUM
ialah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang memaksa, yang kalau dilanggar dapat mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi formal dan segi material.
a. Sumber hukum formal
1. Undang-undang (Statute)
ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuasaan
hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara
2. Kebiasaan (Costum)
ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama dan diterima oleh masyarakat. Sehingga tindakan yang berlawanan dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum.
3. Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi)
ialah keputusan hakim terdahulu yang sering dijadikan dasar keputusan hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
4. Traktat (Treaty)
ialah perjanjian antara dua orang atau lebih mengenai sesuatu hal, sehingga masing-masing pihak yang bersangkutan terikat dengan isi perjanjian tersebut.
5. Pendapat Sarjana Hukum
ialah pendapat para sarjana yang sering dikutip para hakim dalam menyelesaikan suatu masalah.

b. Sumber hukum material
Sumber hukum material dapat kita tinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut politik, sejarah, ekonomi, dan lain-lain.

PEMBAGIAN HUKUM
1. Menurut “sumbernya”, hukum dibagi dalam :
- Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
- Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak pada kebiasaan (adat).
- Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara.
- Hukum Yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.

2. Menurut “bentuknya”, hukum dibagi dalam :
- Hukum tertulis
- Hukum tertulis tak dikodifikasikan
- Hukum tak tertulis

3. Menurut “tempat berlakunya”, hukum dibagi dalam :
- Hukum nasional, ialah hukum dalam suatu negara.
- Hukum internasional, ialah hukum yang mengatur hubungan internasional.
- Hukum asing, ialah hukum dalam negara lain.
- Hukum gereja, ialah norma gereja yang ditetapkan untuk anggota-anggotanya.

4. Menurut “waktu berlakunya”, hukum dibagi dalam :
- Ius Constitutum (hukum positif), ialah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
- Ius Constituendum, ialah hukum yang diharapkan akan berlaku di waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (hukum alam), ialah hukum yang berlaku dalam segala bangsa di dunia.

5. Menurut “cara mempertahankannya”, dibagi dalam :
- Hukum material, ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan.
- Hukum formal (hukum proses atau hukum acara), ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi keputusan.

6. Menurut “sifatnya”, hukum dibagi dalam :
- Hukum yang memaksa, ialah hukum yang dalam keadaan bagaimana harus dan mempunyai paksaan mutlak.
- Hukum yang mengatur (pelengkap), ialah hukum yang dapat dikesampingkan, apabila pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam perjanjian.

7. Menurut “wujudnya”, hukum dibagi dalam :
- Hukum obyektif, ialah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
- Hukum subyektif, ialah hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih.
Kedua jenis hukum ini jarang digunakan.

8. Menurut “isinya”, hukum dibagi dalam :
- Hukum privat (hukum sipil), ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya, dan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
- Hukum publik (hukum negara), ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat perlengkapan atau negara dengan warganegaranya.

NEGARA
PENGERTIAN NEGARA
Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.

TUGAS UTAMA NEGARA
Negara mempunyai dua tugas utama, yaitu :
1. Mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang bertentangan satu sama lainnya.
2. Mengatur dan menyatukan kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan tujuan bersama yang disesuaikan dan diarahkan pada tujuan negara.

SIFAT-SIFAT NEGARA
Sebagai organisasi kekuasaan tertinggi, negara mempunyai sifat khusus yang tidak melekat pada organisasi lain. Sifat tersebut melekat pada negara karena penjelmaan (Manifestasi) dari kedaulatan yang dimiliki. Adapun sifat tersebut adalah :
1. Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal agar tercapai ketertiban dalam masyarakat dan mencegah timbulnya anarki.
2. Sifat monopoli, artinya negara mempunyai hak kuasa tunggal dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.
3. Sifat mencakup semua, artinya semua peraturan perundang-undangan mengenai semua orang tanpa kecuali.

BENTUK NEGARA
Dalam teori modern sekarang ini, bentuk negara yang terpenting adalah :
1. Negara Kesatuan (Unitarisme)
adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dimana kekuasaan untuk mengurus seluruh pemerintah dalam negara itu berada pada Pusat.
Ada dua macam bentuk negara kesatuan, yaitu :
a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi.
b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi.

2. Negara Serikat (Negara Federasi)
adalah negara yang terjadi dari penggabungan beberapa negara yang semula berdiri sendiri sebagai negara yang merdeka, berdaulat, ke dalam suatu ikatan kerjasama yang efektif untuk melaksanakan urusan secara bersama. Setelah menggabungkan diri, masing-masing negara itu melepaskan sebagian kekuasaan dan menyerahkan kepada Negara Federalnya. Kekuasaan yang diserahkan disebutkan secara satu persatu (liminatif) dan hanya kekuasaan yang disebut itulah yang diserahkan. Dengan demikian, kekuasaan asli ada pada Negara Bagian. Dan biasanya yang diserahkan adalah urusan luar negeri, pertahanan negara dan keuangan.

UNSUR-UNSUR NEGARA
Untuk dapat dikatakan sebagai suatu negara, negara harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus ada wilayahnya
Setiap negara mesti mempunyai suatu wilayah tertentu. Wilayah ini terdiri dari wilayah daratan, wilayah perairan (yang ditentukan dengan perjanjian) dan wilayah udara (diatas darat dan lautan).
Batas-batas wilayah suatu negara ditentukan dalam perjanjian dengan negara lain. Perjanjian itu disebut Perjanjian Antar negara (Internasional). Apabila dilakukan antara dua negara disebut Perjanjian Bilateral, dan apabila dilakukan oleh banyak negara disebut Perjanjian Multilateral.

b. Harus ada rakyatnya
Yang termasuk suatu negara adalah semua orang yang ada di dalam wilayah negara. Dengan demikian rakyat suatu negara dapat terdiri dari berbagai macam golongan. Namun demikian, setiap orang yang ada dalam wilayah negara itu harus patuh kepada hukum dan pemerintah negara tersebut.

c. Harus ada pemerintahnya
Sebagai suatu organisasi, maka negara harus mempunyai badan yang berhak mengatur dan berwenang merumuskan serta melaksanakan peraturan yang mengikat warganya, yang disebut pemerintah.

d. Harus ada tujuannya
Bahwasanya negara itu mempunyai tujuan adalah hal yang jelas, bahkan tujuan negara itu merupakan suatu hal yang sangat penting, karena segala sesuatu dalam negara itu akan diarahkan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan tersebut. Atau dapat pula dikatakan bahwa negara itu merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bersama dari anggota-anggotanya.

TUJUAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Tujuan dari Pemerintah Negara Republik Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 aliena 4 : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ...”.

a) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
Berarti bahwa negara Indonesia tidak mengadakan pembedaan terhadap suku, agama, ras, dan golongan dalam membawa rakyatnya ke arah tujuan yang dicita-citakan.
b) Memajukan kesejahteraan umum
Ini berarti bahwa negara Indonesia menghendaki agar semua warga dapat mengenyam kesejahteraan, bukan hanya dinikmati oleh beberapa orang atau segolongan orang tertentu saja.
c) Mencerdaskan kehidupan bangsa
Kemajuan dunia dewasa ini menyadarkan usaha Pemerintah Indonesia untuk lebih mempergiat usaha dalam lapangan pendidikan.
d) Ikut melaksanakan ketertiban dunia
Sejak Indonesia mencapai kemerdekaannya, maka tidak henti-hentinya pemerintah dan bangsa Indonesia membantu perjuangan bangsa-bangsa yang dijajah. Disamping itu juga turut berusaha dengan aktif meredakan ketegangan dunia yang mengancam ketertiban dan perdamaian.

PEMERINTAH
Pemerintah merupakan salah satu unsur penting daripada negara. Tanpa pemerintah, maka negara tidak ada yang mengatur. Karena pemerintah merupakan roda negara, maka tidak akan mungkin ada suatu negara tanpa pemerintah.
Dalam pengertian umum sering dicampuradukkan pengertian pemerintah dan pemerintahan, seakan-akan keduanya adalah sama. Padahal jelas keduanya berbeda.
Untuk membedakan kedua istilah tersebut, maka istilah tersebut harus dibedakan dalam arti luas dan dalam arti sempit.

Pemerintahan dalam arti luas :
o Segala kegiatan atau usaha yang terorganisir, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan dasar negara, mengenai rakyat/penduduk dan wilayah (negara itu) demi tercapainya tujuan negara.
o Segala tugas, kewenangan, kewajiban negara yang harus dilaksanakan menurut dasar-dasar tertentu (suatu negara) demi tercapainya tujuan negara.

Kalau mengikuti pemisahan kekuasaan Montesquieu, maka meliputi bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sedangkan kalau mengikuti Vollenhoven maka meliputi bidang wetgeving, rechtspraak, politie, dan bestuur.

Pemerintahan dalam arti sempit
o Kalau mengikuti Montesquieu, maka hanyalah tugas, kewajiban, dan kekuasaan negara di bidang eksekutif.
o Kalau mengikuti Vollenhoven, kekuasaan negara di bidang bestuur.

Mengikuti pengertian pemerintahan dalam arti luas dan dalam sempit tersebut, maka :
Pemerintah dalam arti luas adalah menunjuk kepada alat perlengkapan negara seluruhnya (aparatur negara) sebagai badan yang melaksanakan seluruh tugas/kekuasaan negara atau melaksanakan pemerintahan dalam arti luas.

Pemerintah dalam arti sempit adalah hanya menunjuk kepada alat perlengkapan negara yang melaksanakan pemerintahan dalam arti sempit.

WARGA NEGARA DAN NEGARA
PENGERTIAN WARGA NEGARA
ialah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah negara tersebut dan mengakui pemerintahnya sendiri.

KRITERIA MENJADI WARGA NEGARA
Untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara digunakan 2 kriteria, yaitu :
1. Kriterium Kelahiran
Berdasarkan kriterium ini, masih dibedakan lagi menjadi 2, yakni :
a. Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut sebagai “Ius Sanguinis”. Di dalam asas ini, seorang memperoleh kewarganegaraannya suatu negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, dimana pun ia dilahirkan.
b. Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau “Ius Soli”. Di dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganegaraannya berdasarkan negara tempat di mana dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warga negara dari negara tersebut.

Kedua prinsip kewarganegaraan ini digunakan secara bersama dengan mengutamakan salah satu, tetapi tanpa meniadakan yang satu. Konflik antara Ius Soli dan Ius Sanguinis akan menyebabkan terjadinya kewarganegaraan rangkap (bipatride) atau tidak mempunyai kewarganegaraan sama sekali (a-patride).
Berhubungan dengan itu, maka untuk menentukan kewarganegaraan seseorang digunakan 2 stelsel kewarganegaraan (disamping kedua asas di atas) yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif.
Pelaksanaan kedua stelsel ini dibedakan dalam :
o Hak Opsi
yaitu hak untuk memilih kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel atif)
o Hak Repudiasi
yaitu hak untuk menolak kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel pasif)

2. Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan negara lain.

ORANG-ORANG YANG BERADA DALAM SATU WILAYAH NEGARA
Menurut Kansil, orang-orang yang berada dalam wilayah suatu negara itu dapat dibedakan menjadi :
a) Penduduk
ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.
Penduduk dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Penduduk Warga Negara atau Warga Negara
adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah negara tersebut dan mengakui pemerintahnya sendiri.
2. Penduduk Bukan Warga Negara atau Orang Asing
adalah penduduk yang bukan warga negara.

b) Bukan Penduduk
ialah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara tersebut.

PASAL-PASAL YANG TERCANTUM DI DALAM UUD 1945 TENTANG WARGA NEGARA
Di Indonesia, siapa-siapa yang menjadi warga negara telah disebutkan di dalam Pasal 26 UUD 1945, yaitu :
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
Pelaksanaan selanjutnya dari Pasal 26 UUD 1945 ini diatur dalam UU Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang pasalnya menyebutkan Warga Negara Republik Indonesia ialah :
a. Orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga negara Republik Indonesia.
b. Orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, seorang warga negara RI, dengan pengertian bahwa kewarganegaraan karena RI tersebut dimulai sejak adanya hubungan hukum kekeluargaan ini diadakan sebelum orang itu berumur 18 tahun atau sebelum ia kawin pada usia di bawah umur 18 tahun.
c. Anak yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia apabila ayah itu pada waktu meninggal dunia warga negara RI
d. Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara RI, apabila ia pada waktu itu tidak mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya.
e. Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara RI, jika ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selama tidak diketahui kewarganegaraan ayahnya.
f. Orang yang lahir di dalam wilayah RI selama kedua orang tuanya tidak diketahui.
g. Seseorang yang diketemukan di dalam wilayah RI selama tidak diketahui kedua orang tuanya.
h. Orang yang lahir di dalam wilayah RI, jika keduanya orang tuanya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selama kewarganegaraan kedua orang tuanya tidak diketahui.
i. Orang yang lahir di dalam wilayah RI yang pada waktu lahirnya tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya dan selama ia tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya itu.
j. Orang yang mempunyai kewarganegaraan RI menurut aturan undang-undang ini.

Selanjutnya di dalam Penjelasan Umum UU No. 62 tahun 1958 ini dikatakan bahwa kewarganegaraan RI diperoleh karena :
a. Kelahiran
b. Pengangkatan
c. Dikabulkan permohonan
d. Perwarganegaraan
e. Sebagai akibat dari perkawinan
f. Turut ayah/ibunya
g. Pernyataan

Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 1 UU Nomor 62 tahun 1958 disebutkan :
b, c, d, dan e :
Sudah selayaknya keturunan warga negara RI adalah WNI. Sebagaimana telah diterangkan bahwa yang menentukan status anak ialah ayahnya. Apabila tidak ada hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya atau apabila ayah tidak mempunyai kewarganegaraan atau pun selama tidak diketahui kewarganegaraannya, maka barulah ibunya yang menentukan status anak itu.

Hubungan hukum kekeluargaan antara ibu dan anak selalu ada, kalau ayahnya mengadakan hukum secara yuridis. Anak baru turut kewarganegaraan ayahnya, setelah ayah itu mengadakan hubungan hukum kekeluargaan dan apabila hubungan hukum itu diadakan setelah anak itu menjadi dewasa, maka ia tidak turut kewarganegaraan ayahnya.

f, g , dan h :
Menjalankan Ius Soli supaya orang-orang yang lahir di Indonesia tidak ada yang tanpa kewarganegaraan.

PASAL-PASAL YANG TERCANTUM DI DALAM UUD 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA INDONESIA
Ketentuan tentang hak-hak warga negara, misalnya pendidikan, pertahanan, dan kesejahteraan sosial.
Pasal 27 (2) : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Pasal 30 (1) : Tiap-tiap warga negara ..... ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
Pasal 31 (1) : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.