HELLO ^_^

Senin, 10 Oktober 2011

PROSES MEMPENGARUHI dalam PRAKTEK

         Didalam praktek, mempengaruhi orang itu sukar sekali. Ada pula yang dilakukan secara otomatis dan denan mudah orang terpengaruh oleh seorang yang lain. Kita sendiri, orang yang akan kita pengaruhi  dan metoda atau cara mempengaruhi. Mudahnya, Gambar 10.1. menunjukkan sifat orang serta keyakinan metoda yang perlu diambil dalam mendekati orang dan berusaha mempengaruhinya.

        Saran pada orang lemah yang mendekati orang lemah, orang sedang mendekati orang sedang, dan orang kuat mendekati orang kuat adalah penggunaan metoda berhati-hati karena perlu dihindari konflik. Tentu saja factor-faktor seperti motivasi dan kemampuan seseorang perlu dipertimbangkan disini. Menghadapi orang yang berpendidikan tetapi lemah berbeda dengan menghadapi orang yang tak berpendidikan dan lemah. Tanpa didasari kita bias memperoleh wewenang dan kekuasaan apabila kita dapat memilih metoda yang tepat dalam mempengaruhi orang lain.

PENGARUH dan EFEKTIVITAS ORGANISASIONAL

          Integral dengan sistem pengendalian, organisasi dapat mempengaruhi perilaku para anggotanya dengan menggunakan berbagai sarana atau teknik agar tercapai efektivitas organisasional.
Price menggemukakan beberapa teknik tersebut :
1.    Ketersediaan sanksi-sanksi untuk memberikan balas-jasa atau menghukum para karyawan adalah sistem pengendalian pertama. Secara alamiah, sarana seperti itu dapat bersifat positif ataupun negatif .
2.    Efektivitas organisasional juga dapat dicapai secara lebih baik bila sistem sanksi diterapkan sesuai dengan skala kontribusi yang diberikan oleh masing-masing anggota.
3.    Berbagai sistem sanksi yang memberikan penghagaan atau hukuman didasarkan pada prestasi kerja kelompok, bukan prestasi perseorang, akan menghasilkan efektivitas organisasional ebih tinggi.
4.    Organisasi-organisasi yang memiliki norma, kebijaksanaan dan standar yang didukung dan dilaksanakan secara uniform dan formal akan meningkat efektivitasnya.
5.    Organisasi yang mempunyai komunikasi tertuju pada penciptaan sifat bermasyarakat (sosialisasi) dan akulturasi para karyawan akan meningkatkan derajat efektivitasnya.
6.    Komunikasi vertical dan horizontal dengan tingkatan lebih tinggi dalam struktur akan lebih meningkat efektivitas disbanding komunikasi dengan tingkatan lebih rendah.
7.    Efektivitas organisasional dapat dicapai lebih baik bila komunikasi yang mengalir melalui saluran-saluran vertical dan horizontal adalah formal, berisi informasi mengenai isi dan masalah-masalah pekerjaan diantara orang-orang yang secara langsung bersangkutan dengan penyelesaian tugas.


         Teknik-teknik pengendalian diatas juga merupakan sarana-sarana untuk mempengaruhi, sehingga penentuan sistem sanksi, fungsi komunikasi  dan teknik-teknik lainnya dapat digunakan untuk mempengaruhi prestasi kerja yang menguntungkan organisasi. Tetapi kita perlu menyadari bahwa teknik-teknik pengaruh organisaional ini buakn merupakan  teknik-teknik yang terap secara umum atau universal; keampuhannya tergantung pada ketepatan situasional.
       
          Bagaimanapun juga, untuk memperoleh hasil maksimum dan mencapai efektivitas organisasi tergantung pada banyak hal. Wewenang formal dan kekuasaan yang merupakan dasar proses mempengaruhi perilaku organisasional tidaklah cukup. Kepemimpinan merupakan salah satu prasyarat tambahan pencapaian efektivitas organisasi.

Basis wewenang Formal: DuaPandangan

             Ada dua pandangan utama tentang asal wewenang  formal dalam organisasi: Pandangan klasik (top-down theory) dan pandangan penerimaan (consent theory of authority). Pandangan klasik berpendapat bahwa wewenang berasal dari  tingkatan masyarakat  yang sangat tinggi dan kemudian secara hukum diturunkan dari tingkat ketingkat. Pandangan ini menelusuri sumber tertinggi wewenang, dimana pada puncak tingkatan tertinggi mungkin birokrasi (dalam wujuds eorang raja, dictator atau president erpilih),atau kelompok orang sebagai wakil,, atau dalam oragnisasi perusahaan adalah pemilik atau para pemegang saham.
            Dalam pandangan klasik, wewenang formal organisasi perusahaan bersumber pada manajemen puncak dan mengalir kebawah melalui  proses delegasi. Ini berarti manajemen mempunyai hak untuk memberikan perintah dan para bawahan mempunyai kewajiban untuk mentaatinya. Jadi, pandangan klasik adalah normative dan secara parsial deskriptif.

            Pandangan kedua mengenai asal wewenang formal, pandangan penerimaan, menyatakan bahwa basis wewenang ada dalam diri P (influence) bukan pada O (influencer). Pandangan ini muncul sebagai hasil observasi bahwa tidak semua aturan  atau perintah sah ditaati dalam semua keadaan. Sebagai diterima oleh bawahan atau penerima order, dan sebagian tidak. Titik kuncinya terletak pada penerima (receiver) yang memutuskan untuk menerima atau menolak. Oleh karena itu, dalam pandangan penerimaan ada atau tidaknya wewenang pada setiap oerder ditentukan oleh penerima, bukan oleh orang yang memberikan order.
            Pandangan penerimaan tentu saja tidak menyatakan bahwa pembangkangan terhadap perintah dan kekacaubalauan adalah norma dalm organisasi; dalam kenyataannya, hampir semua wewenang formal diterima oleh para anggota organisasi

Basis wewenang Formal: DuaPandangan

             Ada dua pandangan utama tentang asal wewenang  formal dalam organisasi: Pandangan klasik (top-down theory) dan pandangan penerimaan (consent theory of authority). Pandangan klasik berpendapat bahwa wewenang berasal dari  tingkatan masyarakat  yang sangat tinggi dan kemudian secara hukum diturunkan dari tingkat ketingkat. Pandangan ini menelusuri sumber tertinggi wewenang, dimana pada puncak tingkatan tertinggi mungkin birokrasi (dalam wujuds eorang raja, dictator atau president erpilih),atau kelompok orang sebagai wakil,, atau dalam oragnisasi perusahaan adalah pemilik atau para pemegang saham.
            Dalam pandangan klasik, wewenang formal organisasi perusahaan bersumber pada manajemen puncak dan mengalir kebawah melalui  proses delegasi. Ini berarti manajemen mempunyai hak untuk memberikan perintah dan para bawahan mempunyai kewajiban untuk mentaatinya. Jadi, pandangan klasik adalah normative dan secara parsial deskriptif.

            Pandangan kedua mengenai asal wewenang formal, pandangan penerimaan, menyatakan bahwa basis wewenang ada dalam diri P (influence) bukan pada O (influencer). Pandangan ini muncul sebagai hasil observasi bahwa tidak semua aturan  atau perintah sah ditaati dalam semua keadaan. Sebagai diterima oleh bawahan atau penerima order, dan sebagian tidak. Titik kuncinya terletak pada penerima (receiver) yang memutuskan untuk menerima atau menolak. Oleh karena itu, dalam pandangan penerimaan ada atau tidaknya wewenang pada setiap oerder ditentukan oleh penerima, bukan oleh orang yang memberikan order.
            Pandangan penerimaan tentu saja tidak menyatakan bahwa pembangkangan terhadap perintah dan kekacaubalauan adalah norma dalm organisasi; dalam kenyataannya, hampir semua wewenang formal diterima oleh para anggota organisasi

Basis wewenang Formal: DuaPandangan

             Ada dua pandangan utama tentang asal wewenang  formal dalam organisasi: Pandangan klasik (top-down theory) dan pandangan penerimaan (consent theory of authority). Pandangan klasik berpendapat bahwa wewenang berasal dari  tingkatan masyarakat  yang sangat tinggi dan kemudian secara hukum diturunkan dari tingkat ketingkat. Pandangan ini menelusuri sumber tertinggi wewenang, dimana pada puncak tingkatan tertinggi mungkin birokrasi (dalam wujuds eorang raja, dictator atau president erpilih),atau kelompok orang sebagai wakil,, atau dalam oragnisasi perusahaan adalah pemilik atau para pemegang saham.
            Dalam pandangan klasik, wewenang formal organisasi perusahaan bersumber pada manajemen puncak dan mengalir kebawah melalui  proses delegasi. Ini berarti manajemen mempunyai hak untuk memberikan perintah dan para bawahan mempunyai kewajiban untuk mentaatinya. Jadi, pandangan klasik adalah normative dan secara parsial deskriptif.

            Pandangan kedua mengenai asal wewenang formal, pandangan penerimaan, menyatakan bahwa basis wewenang ada dalam diri P (influence) bukan pada O (influencer). Pandangan ini muncul sebagai hasil observasi bahwa tidak semua aturan  atau perintah sah ditaati dalam semua keadaan. Sebagai diterima oleh bawahan atau penerima order, dan sebagian tidak. Titik kuncinya terletak pada penerima (receiver) yang memutuskan untuk menerima atau menolak. Oleh karena itu, dalam pandangan penerimaan ada atau tidaknya wewenang pada setiap oerder ditentukan oleh penerima, bukan oleh orang yang memberikan order.
            Pandangan penerimaan tentu saja tidak menyatakan bahwa pembangkangan terhadap perintah dan kekacaubalauan adalah norma dalm organisasi; dalam kenyataannya, hampir semua wewenang formal diterima oleh para anggota organisasi

Wewenang dan Legitimasi

Max Weber melakukanan alisis klasik terhadap wewenang. Dia memandang bahwa wewenang  yang dilegalisasi (sah) merupakan syarat utama untuk memperoleh pengakuan dan motivasi  orang-orang dalam organisasi. Tingkat kepercayaan orang terhadap wewenang tersebut menentukan jumlah insentif positif atau besarnya unsur paksaan yang harus digunakan seorang atasan untuk menjamin ketaatan pada tujuan-tujuannya. Berkaitan dengan masalah ini, ada satu pertanyaan menarik, yaitu kondisi-kondisi seperti apa yang diperlukan untuk menghasilkan persepsi wewenang sah. Menurut  Weber ada tiga landasan bagi legalisasi wewenang:tradisi, karisma, dan rasional (atau legal).

Wewenang dan Pengaruh

WEWENANG dan PENGARUH
Suatu pernyataan dasar dalam teori organisasi adalah apa yang menyebabkan orang-orang menuruti perintah-perintah orang lain dalam system hirarkis? Apakah mereka takut akan konsekuensi-konsekuensi bila mereka tidak menaatinya? Atau apakah mereka menerima legitimasi aturan organisasi? Jawabannya jelas berkaitan dengan dua pertanyaan terakhir. Baik penerimaan maupun unsur takut mendasari ketaatan dalam setiap struktur organisasi formal. Wewenang merupakan suatu cara yang lebih rasional untuk mencapai pengarahan dan motivasi orang-orang dalam organisasi.